Jumat, 30 November 2012

sejarah spa

Merawat tubuh memang sangat diperlukan, tentu untuk menjaga kesehatan fisik dan kesehatan psikis juga. Salah satu cara untuk merawat tubuh yang modern akhir-akhir ini adalah spa. Yup, siapa yang belum pernah spa? Jujur saya belum pernah, hanya melihat di acara televisi. Ternyata spa di Indonesia sudah ada sejak zaman nenek moyang kita, cuma namanya mungkin bukan spa. Perawatan tradisional di Indonesia bersifat holistik /menyeluruh, artinya perawatan tubuh yang memperhatikan keseimbangan jiwa raga dan sukma dan nenek moyang kita telah mengajarkan bahwa kita selalu harus berusaha untuk meningkatkan corak dan kualitas baik sebagai makhluk pribadi, individu maupun sebagai makhluk sosial yang harus dikembangkan secara selaras, seimbang, dan serasi agar menjadi seorang manusia yang utuh. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan usaha perawatan tubuh yang tidak hanya terbatas pada fisik saja, namun jiwa, spiritual, dan sosial. Berikut data bukti fisik sejarah adanya perawatan tubuh (spa) zama dulu: Relief Candi Borobudur yang didirikan pada tahun 824. Suatu relief dari candi tersebut menggambarkan kehidupan Budha, dimana mempersiapkan mandi di kolam yang dipenuhi bunga-bunga serta berbagai macam ekstrak tumbuh-tumbuhan. Pada relief yang lain menunjukkan tubuh ratu Maya, tangan dan kaki sedang dipijat oleh para dayang-dayangnya Candi Prambanan, merupakan Candi yang didirikan pada tahun 781-872. Ada sketsa yang menunjukkan upacara pemandian untuk penyucian, juga pemijatan serta pemberian obat dari tumbuhan. Raja Erlangga pada abad ke-IX membangun tempat pemandian di Jalatunda sebagai tempat berendam diri yang disebut "Tapa Ngambang", guna membersihkan diri, meningkatkan keseimbangan jiwa, dan raga. Tempat pemandian di situs Keraton Majapahit, terdapat Candi Tikus dan Kolam Segaranyang dibangun pada abad ke-XIV, yang digunakan untuk membersihkan diri dan mencapai keseimbangan jiwa, dan raga. Tempat mandi laki-laki dan perempuan dipisahkan dalam dua bilik kecil. Di luar bilik terdapat lapangan cukup luas untuk latihan keprajuritan. Di Kota Jogjakarta terdapat tempat pemandian Taman Sari, yang dibangun tahun 1789 oleh seorang arsitek Portugis atas permintaan Sri Sultan Hamangku Buwono I dari Jogjakarta. Tempat pemandian tersebut diperuntukkan bagi Raja dan kerabatnya, dan berfungsi sebagai tempat mensucikan diri, menyehatkan jiwa dan raga, serta tempat berekreasi. Di samping itu kompleks Taman Sari juga digunakan sebagai tempat beribadah, kantor pemerintahan dan benteng pertahanan. Umbul Pengging, merupakan tempat pemandian keluarga kerajaan yang mata airnya tanpa henti walaupun di musim kemarau. Terdapat 3 tempat pemandian besar yang akhirnya menjadi kolam pemandian yang bernama Umbul Temanten, Umbul Ngabean, Umbul Sungsang. Sendang Tarub, terletak di Desa Tarub, Jawa Tengah. Dahulu sendang itu menjadi tempat pemandian para bidadari. Setiap kali tampak pelangi yang melengkung ke sendang, itu pertanda bahwa para bidadari sedang turun dari kahyangan melalui pelangi menuju Sendang Tarub untuk bercengkrama mandi beramai-ramai. Air sendang yang jernih kemilau dan tepi sendang yang ditumbuhi bunga-bungaan yang beraneka warna serta hutan yang tertata alami dan tampak indah sekali semua itu menjadi daya pesona yang tiada bandingnya dengan sendang-sendang lainnya dimanapun. Tumbuh-tumbuhan yang berserak di tepi sendang terdiri dari tanaman yang mengandung khasiat menyembuhkan segala penyakit sehingga air sendang juga menjadi obat mujarab bagi siapapun yang menginginkan. Sendang Tarub selanjutnya menjadi tempat bercengkrama berdua bagi Nawangwulan sekaligus untuk melepas rindu kepada para bidadari yang pernah bersama-sama mandi disendang itu. Tirta Empul Tampaksiring, Bali. Menurut cerita rakyat yang berkembang, pemandian ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Bedaulu (sekarang disebut Gianyar) beberapa abad yang lalu. Yang dipimpin oleh seorang Raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini terkenal kesaktiannya dan kekejamannya, tak satu orang pun yang berani menatap langsung wajah Raja termasuk anggota keluarga kerajaan sendiri, apabila dilanggar mendapat hukuman mati. Hingga pada suatu saat Mayadenawa meracuni semua mata air, sungai-sungai, tempat mandi dan sumur-sumur, akibatnya para penduduk banyak yang mati jika minum dan jadi penyakit kulit jika pakai mandi. Untuk ini Wisnu juga mengajak rakyat ke suatu tempat yang terlindung dan sembunyi dan ditempat itu ditancapkanlah kerisnya ketanah dan begitu dicabut muncrat air yang sangat bening dan bisa menyembuhkan penyakit yang diderita rakyat akibat ulah Mayadenawa. Nah tempat itu dinamakan Tirta Empul yang artinya "Air Mumbul". Pada suatu hari perang dihentikan sementara agar dapat menghimpun kekuatan masing-masing. Kesempatan ini digunakan oleh Wisnu. Kebetulan Mayadenawa mengundang para orang sakti yang mendukungnya dan seperti biasa mereka diijinkan minta makanan apa saja sebagai jamuannya. Nah Wisnu merubah diri jadi pendeta sakti dan sebagai jamuannya dia minta disajikan sayur kacang panjang yang harus utuh. Pada saat dijamu oleh raja, Wisnu yang sudah berubah rupa jadi pendeta itu, makan sayur kacang panjang dengan cara memegang ujungnya, karena panjang dia harus mendongak, dengan cara ini akhirnya Wisnu bisa mengetahui rupa Raja tersebut yang sebenarnya. Ternyata Raja Mayadenawa berkepala babi. Wisnu akhirnya menemukan jalan keluarnya bagaimana mengalahkan Mayadenawa. Di tempat dimana Wisnu menancapkan kerisnya oleh masyarakat didirikanlah pura untuk memuja dewa Wisnu sebagai Pelindung, yang bernama Pura Tirta Empul dan alirannya ditampung dan dibuat tempat permandian untuk masyarakat sekitarnya sampai saat ini tempat itu banyak dikunjungi oleh seluruh masyakat Bali untuk membersihkan diri secara lahir dan bathin. Meskipun ada cerita yang sepertinya tak masuk akal, namun kita bisa ambil kesimpulan bahwa nenek moyang kita sudah mengajarkan perawatan tubuh (spa) untuk kesehatan batin dan raga. Oh ya, mohon koreksinya jika ada kesalahan karena saya hanya mengutip dari 1 referensi saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar